Phenotype kerbau (performance, bentuk tanduk, warna kulit) dimata masyarakat Toraja

Kerbau merupakan binatang paling penting dalam kehidupan sosial etnis Toraja dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau karambau sebagai hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup sosial, ritual maupun kepercayaan tradisional, kerbau juga menjadi alat takaran status sosial, dan alat transaksi. Dibandingkan dengan hewan lainnya seperti babi atau ayam yang juga penting bagi orang Toraja, kerbau jauh lebih besar nilai sosialnya. Baik dalam usaha pertanian maupun ritual budaya, kerbau menjadi alat transaksi dalam jual-beli tanah, kerbau juga terutama menjadi hewan korban pada pesta rambu tuka’ maupun rambu solo’.

Tak heran jika harga kerbau di Toraja begitu fantastis tak seperti di daerah lain harga kerbau hanya kisaran jutaan sampai belasan juta. Kalau di Toraja harga seekor kerbau puluhan juta bahkan sampai ratusan juta untuk kerbau kerbau tertentu. Untuk mengadakan sebuah upacara pemakaman bangsawan tingkat tertinggi (sapu randanan) ada syarat syarat tertentu untuk kerbau yang akan digunakan baik dilihat dari tanduk, warna kerbau .

Adu kerbau pada pesta-pesta kematian merupakan daya tarik dan hiburan bagi masyarakat dan wisatawan mancanegara bahkan sampai ada komunitas ma’pasilaga tedong (adu kerbau).

Gimana sih cara menakar Nilai kerbau versi Toraja ?

Untuk menakar nilai kerbau nampaknya sudah dipakai turun temurun sejak jaman nenek moyang orang Toraja menilai kerbau dari ukuran tanduk, bentuk tanduk, warna kulit, dan postur, serta tanda-tanda di badan. Mutu kerbau dapat dilihat dalam cara orang Toraja sendiri mengelompokkan kerbau berdasar jenis yang mereka kenal.

Salah satu bukti demikian pentingnya kerbau dalam kebudayaan orang Toraja adalah dengan adanya sejumlah kategori dari berbagai macam jenis kerbau.

  1. Ukuran Tanduk

Tanduk kerbau menentukan nilainya. Namun, peran tanduk bagi kerbau jantan lebih penting dibandingkan pada kerbau betina. Biasanya ukuran dan bentuk tanduk kerbau betina tidak terlalu diperhitungkan. Tidaklah demikian dengan kerbau jantan. Tanduk kerbau menjadi alat dekoratif yang bermakna dalam masyarakat. Di rumah-rumah tongkonan tanduk kerbau disusun di depan rumah, sebagai simbol status seseorang atau tongkonan.

Nilai satu kerbau ditentukan oleh ukuran panjang tanduknya. Semakin panjang maka semakin berharga. Harga otomatis akan turun bila terdapat cacat pada tanduknya, atau bentuknya tidak proporsional dengan badan kerbau. Ukuran ini dipakai dalam transaksi yang memakai kerbau.

Umumnya, kerbau dipakai sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli tanah sawah atau kebun, gadai dan dalam pesta kematian. Sebagai alat ukur, orang Toraja memakai ukuran anggota badan,( tangan).

Adapun ukuran tanduk versi Toraja adalah sebagai berikut :

  1. sang lampa taruno, artinya ukurannya sama dengan panjang ruas ujung jari tengah orang dewasa.
  2. duang lampa taruno, artinya ukurannya sama dengan panjang dua ruas jari tengah orang dewasa.
  3. sang rakka’, artinya ukurannya sama dengan panjang satu jari tengah orang dewasa.
  4. limbong pala’, artinya ukurannya sama dengan panjang setengah telapak tangan orang dewasa.
  5. sang kumabe’, artinya ukurannya sama dengan panjang telapak tangan orang dewasa.
  6. sang lengo, artinya ukurannya sama dengan panjang ujung jari hingga pergelangan tangan orang dewasa.
  7. sang pala’, artinya ukurannya sama dengan panjang pergelangan tangan ditambah empat jari.
  8. sang bussukan ponto, artinya ukurannya sama dengan panjang pergelangan tangan ditambah setengah lengan tangan orang dewasa.
  9. alla’ tarin, artinya ukurannya sama dengan panjang hingga di atas siku
  10. inanna, artinya ukurannya melewati siku.

2. Bentuk Tanduk

Bentuk tanduk juga mempunyai arti penting dalam memberi nilai pada kerbau. Orang Toraja membedakan bentuk tanduk sebagai berikut:

1. Tanduk tarangga yaitu tanduk yang keluar dan membentuk setengah lingkaran. Jenis ini sangat umum di Toraja. Untuk kerbau jantan, jenis ini sangat kuat dalam adu kerbau.

Tedong tanduk tarangga

2. Tanduk pampang yaitu tanduk yang keluar melebar dan cenderung panjang. Tanduk jenis ini biasanya terbentuk dari kerbau balian. Kerbau jantan yang dikebiri untuk memperindah tanduk.

Tedong tanduk pampang

3. Tanduk sikki’ yaitu tanduk yang arahnya hampir sama dengan tarangga namun cenderung merapat bahkan ujungnya nyaris bertemu.

Tedong tanduk sikki'

4. Tanduk sokko yaitu tanduk yang arahnya turun ke bawah dan hampir bertemu di bawah leher. Dengan warna tertentu nilainya menjadi sangat mahal.

Tedong sokko

4. Tekken Langi’ yakni tanduk yang mengarah secara berlawanan arah, satu ke bawah dan satu ke atas.

Tedong tekken langi

3. Warna Kulit

Selain bentuk dan ukuran tanduk, kesempurnaan seekor kerbau ditentukan oleh warnanya. Secara garis besar, masyarakat Toraja mengenal tiga kategori warna berikut variasinya: bonga, pudu’, dan sambao’. Dari tiga kategori ini masih terdapat variasi warna. Yang pertama mempunyai nilai relatif mahal, menyusul kedua dan ketiga.

(1) Bonga

Bonga adalah kerbau yang berwarna kombinasi hitam dan putih, diangap paling cantik, harganya puluhan sampai ratusan juta. Kelahiran kerbau belang bagi pemiliknya merupakan suatu berkah. Upaya untuk perkawinan silang pun jarang sekali berhasil. Jadi kelahiran bonga sangat kebetulan. Satu kerbau bonga biasanya dinilai antara 10 hingga 20 kerbau hitam. Bonga memiliki beberapa variasi dari segi kombinasi warna dan tanda-tandanya.

a. Bonga saleko atau bonga doti adalah jenis yang warna hitam dan putih hampir seimbang, dan ditandai dengan taburan bintik-bintik di sekujur tubuhnya. Harga bonga Saleko bisa mencapai ratusan juta.

Tedong bonga salekob. Bonga ulu adalah jenis yang warna putih hanya di kepalanya, sedang bagian leher dan badan berwarna hitam.

Tedong  bonga ulu

c. Bonga lotong boko’ adalah jenis bonga yang terdapat warna hitam di punggung.

Tedong lotong boko'

d. Bonga bulan, adalah jenis bonga yang seluruh badannya berwana putih. Jenis ini lebih murah harganya dibanding pudu’ yang mencapai 20 juta rupiah.

Tedong bulan

e. Bonga sori, adalah jenis bonga yang warna putih hanya dikepala bagian mata. Jenis ini harganya jauh lebih murah lagi.

f. Bonga sanga’daran adalah jenis yang di bagian mulutnya dinominasi warna hitam.

g. Bonga Randan dali’ adalah jenis bonga yang alis matanya berwarna hitam.

h. Bonga Takinan Gayang, adalah jenis yang di punggungnya ada warna hitam menyerupai parang panjang.

(2) Pudu’

Pudu’ umumnya berbadan kekar dan warna hitam. Kerbau jenis ini sangat kuat dalam bertarung. Pada acara adu kerbau pada pesta kematian, kerbau puduk umumnya tampil sebagai petarung yang kuat. Harganya biasanya setengah dari harga bonga.

a. Balian adalah kerbau hitam yang dikebiri untuk membentuk tanduk yang modelnya proporsional serta semakin panjang. Makin baik dan panjang tanduknya semakin mahal. Balian yang bagus bisa dihargai 50 jutaan rupiah.

Tedong balian

b. Pudu’ adalah kerbau yang sangat hitam, dan paling banyak populasinya di Toraja. Harganya bisa mencapai setengah harga saleko.

Tedong pudu'

c. Todi’ adalah kerbau hitam dengan warna putih di atas kepalanya.

(3) Sambao’

Jenis ini adalah yang paling kurang nilainya. Warnanya abu-abu bahkan kecoklatan hampir mendekati warna sapi. Sambao’ adalah kerbau yang warnanya abu-abu dianggap paling murah nilainya.

Tedong Sambao'

Selain itu dalam transaksi yang berhubungan dengan kerbau, masyarakat Toraja mengenal ukuran-ukuran, seperti:

  1. misa’ tedong artinya satu ekor kerbau utuh
  2. sang sese tedong atau seperdua kerbau
  3. sang tepo tedong atau seperempat kerbau
  4. sang leso tedong atau seperenam kerbau
  5. sang duluk tedong atau spertigapuluh dua kerbau
  6. sang katatae tedong atau seperenampuluh empat kerbau.

 

Sumber:

Issudarsono. 1976. Pasar Ternak Rantepao, (Studi Kasus tentang kegiatan perdagangan dalam jual beli kerbau, dalam hubungannya dengan tradisi pemakaian kerbau oleh orang Toraja Sa’dan), Laporan Penelitian Pusat Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Ujung Pandang.

Stepanus BO’DO’. 2008 Kerbau dalam Tradisi Orang Toraja (The Importance of Water Buffalos in Torajanese Tradition ), Pusat Kajian Indonesia Timur, Universitas Hasanuddin.

Foto : koleksi Maria Roswati dan Komunitas Ma’pasilaga Tedong.