Asal-usul kerbau di Indonesia

 

Kerbau termasuk salah satu hewan peliharaan paling bernilai bagi masyarakat agraris di Asia khususnya Asia Tenggara, Asia Selatan dan China. Selain dipelihara sebagai ternak potong dan penghasil susu, Kerbau terutama digunakan untuk membajak sawah dan menarik gerobak. Bagi masyarakat nusantara seperti: Minangkabau, Batak, Jawa, Toraja dan Sumbawa, kerbau memiliki nilai sosial dan budaya yang penting.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Kerbau rawa (swamp buffalo) di Asia Tenggara

Tergolong marga Bubalus, kerbau di Asia memiliki banyak spesies, diantaranya :

  • Bubalus bubalis, mencakup semua jenis kerbau liar di India (Arni) dan Asia Tenggara, kerbau sungai, kerbau rawa dan kerbau peliharaan modern.
  • Bubalus depressicornis, Anoa dataran rendah, Kerbau liar endemik Sulawesi
  • Bubalus quarlesi, Anoa dataran tinggi, kerbau liar endemik Sulawesi
  • Bubalus mindorensis, Tamaraw, kerbau liar endemik pulau Mindoro, Filipina
  • Bubalus mephistopheles, kerbau purba bertanduk pendek di China (punah).
  • Bubalus paleokerabau, kerbau purba bertanduk panjang di Jawa (punah).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Kerbau Afrika Syncerus caffer.

Kerbau liar terutama tersebar di Afrika dan Asia. Kerbau Afrika Syncerus caffer umumnya hidup dengan menjelajahi padang rumput dan Sabana yang luas. Untuk menghadapi predator pemangsa seperti Singa, kerbau Afrika hidup berkelompok hingga puluhan ekor. Total jumlah populasi hewan ini di seluruh Afrika berkisar antara 800 ribu hingga satu juta ekor. Sebagian besar hidup di dalam Taman Nasional dan kawasan konservasi yang dilindungi.

Berdasarkan kerakter fisik dan sebaran alaminya, kerbau Afrika terbagi menjadi 5 sub-spesies. Syncerus caffer caffer adalah sub-spesies paling besar, paling banyak dan paling terkenal dengan daerah sebaran mencakup Afrika Selatan dan Timur. Kerbau ini paling sering terlihat di film-film dokumenter di televisi.

Sub-spesies terkecil, Syncerus caffer nanus ditemukan di hutan tropis Afrika yang lebat. Sub-spesies Syncerus caffer brachyceros hidup di Afrika barat dan tengah. Sedangkan Syncerus caffer aequinoctialis dan Syncerus caffer mathewsi hidup di Afrika bagian timur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3. Subspesies Kerbau Afrika: a. Syncerus caffer caffer, b. Syncerus caffer mathewsi , c. Syncerus caffer brachyceros, d. Syncerus caffer aequinoctialis dan e. Syncerus caffer nanus.

Kerbau Afrika tergolong fauna yang sangat berbahaya. Sifatnya sangat agresif dan tak dapat diduga sehingga hewan ini tidak pernah berhasil dijinakkan oleh manusia. Tubuh kerbau Afrika tergolong kekar dengan tinggi bahu antara 100-170 cm dan panjang 170-340 cm. Berat tubuh bervariasi tergantung sub-spesies. S. c nanus memiliki berat antara 250-450 kg. Sedangkan S. c caffer memiliki bobot  antara 450-1000 kg dengan berat rata-rata 750 kg.

Selain di Afrika, kerbau juga tersebar luas di Asia. Para ahli memperkirakan, garis kekerabatan kerbau Asia dan Afrika mulai memisah sejak 10 juta tahun yang lalu.

Berdasarkan sebaran alaminya, kerbau ternak bukan termasuk hewan asli Indonesia. Para ahli menduga, kerbau-kerbau ini berasal dari domestikasi kerbau liar penghuni rawa-rawa basah di Utara India/Nepal dan utara Thailand/Vietnam. Hasil riset arkeologi dan genetik menunjukkan bahwa kerbau telah dijinakkan sejak 5000 tahun yang lalu.

Secara umum, kerbau ternak/peliharaan dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Kerbau Sungai (river buffalo) dan Kerbau Rawa (swamp buffalo). Kerbau Sungai mencakup jenis-jenis kerbau penghasil susu seperti: varietas Banni, Bhadawari, Chilika, Jaffarabadi, Kalahandi, Marathwadi, Mehsana, Murrah, Nagpuri, Nili-Ravi, Pandharpuri, Surti dan Toda. Sebaliknya, kerbau rawa tidak menunjukkan perbedaan varietas yang jelas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Kerbau Asia dan Afrika: a. Kerbau Afrika Syncerus caffer, b. Kerbau liar India (Arni) Bubalus bubalis arnee, c.Kerbau Sumbawa Bubalus bubalis kerabau dan d. Kerbau Murrah (kerbau sungai) Bubalus bubalis bubalis (penamaan menurut ITIS 2017).

Sebagian besar populasi kerbau sungai terdapat di India. Kerbau ini kemudian menyebar ke Asia Barat, Afrika Timur hingga Turki, Eropa Barat, Eropa selatan dan wilayah Balkan. Kerbau sungai umumnya hidup dengan berendam dan mencari makan pada lahan-lahan basah di sekitar sungai-sungai besar di India dan Pakistan.

Kerbau sungai  berhasil dikembangkan di Eropa khususnya Italia. Kerbau ini lebih dikenal sebagai  varietas Mediterranea. Tipe kerbau perah ini dipelihara untuk menghasilkan susu yang menjadi bahan baku pembuatan keju Mozzarella yang tersohor. Di Indonesia, mozzarella populer sebagai salah satu bahan untuk membuat kue dan pizza.

Berbeda dengan kerbau sungai, kerbau rawa dipelihara untuk membajak sawah, menggiling tebu dan menarik gerobak. Selain itu, kerbau rawa juga berperan sebagai ternak potong dan kerap menjadi hewan yang dikorbankan dalam upacara adat atau ritual keagamaan. Kadang-kadang kerbau rawa dipelihara untuk diambil susunya.

Di masa lalu, kepemilikan kerbau rawa kerap dijadikan sebagai penanda status sosial dan juga digunakan sebagai mahar dalam pernikahan. Hal ini dapat ditemukan di pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Bahkan, beberapa daerah seperti di Seko, Luwu Utara  (Sulawesi Selatan), menggunakan kerbau sebagai alat pembayaran denda, jika seseorang melakukan pelanggaran berat terhadap hukum adat setempat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5. Arni Bubalus bubalis arnee, kerbau liar India utara yang diduga kuat menjadi tetua kerbau peliharaan di Asia tenggara.

Kerbau rawa tersebar mulai dari India, China hingga seluruh wilayah Asia Tenggara. Kerbau ini bahkan menjadi hewan feral (hewan peliharaan yang lepas dan menjadi liar) di Australia utara dengan populasi hingga mencapai 150-200 ribu ekor. Kerbau ini dulunya didatangkan sebagai kerbau peliharaan dari Pulau Timor dan Pulau Kisar.

Meskipun sangat dikenal, para ahli belum mencapai kesepakatan terkait status taksonomi kerbau. Asal usul dan hubungan kekerabatan antara kerbau sungai, kerbau rawa dan kerbau liar India masih menjadi perdebatan dan kontroversi meski kajian hingga taraf DNA telah dilakukan.

Oleh ITIS, Integrated Taxonomic Information System (sebuah lembaga yang memiliki otoritas dalam menilai validitas nama ilmiah suatu spesies flora/fauna) saat ini dikenal 5 jenis kerbau di bawah marga Bubalus. Tiga spesies diantaranya tergolong jenis kerbau kerdil liar yang telah mendapat status sebagai spesies penuh (full species), yaitu: Anoa dataran rendah Bubalus depressicornis, Anoa dataran tinggi Bubalus quarlesi dan Tamaraw (sejenis kerbau kerdil dari pulau Mindoro Filipina) Bubalus mindorensis.

Kerbau purba China yang telah punah Bubalus mephistopheles juga mendapat status spesies secara penuh. Sedangkan kerbau liar India (Arni) yang diduga menjadi nenek moyang kerbau peliharaan dan semua jenis kerbau ternak termasuk kerbau sungai dan kerbau rawa, digolongkan dalam satu spesies, yaitu: Bubalus bubalis.

Selanjutnya, oleh ITIS, spesies Bubalus bubalis dibagi menjadi 6 sub-spesies, yaitu:

  • Bubalus bubalis arnee (Kerr, 1792), Kerbau Arni, jenis kerbau liar di India utara, Nepal, Bhutan
  • Bubalus bubalis bubalis (Linnaeus, 1792) kerbau sungai (tipe kerbau perah penghasil susu)
  • Bubalus bubalis fulvus (Blanford, 1891) kerbau liar di daerah Assam, India
  • Bubalus bubalis kerabau (Fitzinger, 1860) kerbau rawa, kerbau feral di Jawa dan Australia Utara
  • Bubalus bubalis migona (Deraniyagala, 1952) kerbau liar di Sri Lanka
  • Bubalus bubalis theerapati (Groves, 1996) kerbau liar di Thailand, Vietnam, Laos dan Kamboja.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 6. Kerbau Murrah penghasil susu termasuk jenis kerbau sungai (river buffalo).

Tidak semua peneliti setuju dengan penggolongan kerbau oleh ITIS. Tanaka et al. (1996), misalnya, menyatakan bahwa kerbau liar India (Bubalus bubalis arnee), kerbau sungai (Bubalus bubalis bubalis) dan kerbau rawa (Bubalus bubalis kerabau) memiliki perbedaan yang signifikan sehingga masing-masing layak ditetapkan secara penuh sebagai spesies tersendiri.

Hal tersebut dinyatakan oleh Tanaka setelah melihat hasil analisis urutan DNA gen sitokrom b pada seluruh anggota marga Bubalus. Dengan demikian, nama ilmiah untuk kerbau liar India seharusnya menjadi Bubalus arnee, kerbau sungai Bubalus bubalis dan kerbau rawa Bubalus kerabau.

Kierstein et al. (2004) dan Zhang et al. (2011), menyatakan bahwa dari hasil analisis D-loop Mitokondria terhadap kerbau peliharaan, diperoleh kesimpulan bahwa domestikasi dan budidaya kerbau sungai dan kerbau rawa terjadi pada lokasi dan waktu yang berbeda.

Jumlah kromosom yang berbeda juga menunjukkan bahwa nenek moyang kerbau rawa dan kerbau sungai berasal dari dua spesies yang berbeda. Nenek moyang kerbau rawa diduga berasal dari kerbau Arni. Sedangkan nenek moyang kerbau sungai yang juga diperkirakan hidup di India, tidak diketahui.

Domestikasi kerbau sungai diperkirakan berlangsung terlebih dahulu di India utara sekitar 6000-5000 tahun yang lalu. Sedangkan domestikasi kerbau rawa dilakukan belakangan di sekitar daerah perbatasan antara China selatan dan  Vietnam utara sekitar 4000-5000 tahun yang lalu (Wang et al. 2017).

Kerbau rawa yang telah dijinakkan di Vietnam utara tersebut selanjutnya tersebar luas dan masuk ke Indonesia seiring masuknya gelombang migrasi manusia ke nusantara. Kerbau rawa masuk ke Indonesia melalui dua jalur. Pertama melalui jalur: Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Jalur kedua melalui China, Taiwan, Filipina dan Kalimantan (Wang et al. 2017).

Di Indonesia, kerbau-kerbau rawa tersebut kemudian berkembang sesuai iklim dan kondisi setempat. Beberapa diantaranya membentuk varietas kerbau lokal seperti: Kerbau Toraja (Sulawesi Selatan), Kerbau Kalang (Kaltim dan Kalsel), Kerbau Moa (Maluku Barat Daya), Kerbau Pampangan (Sumatera Selatan), Kerbau Tapanuli Utara (Sumatera Utara), Kerbau Badegur (Banten) dan Kerbau Sumbawa (NTB).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 7. Kerbau rawa (swamp buffalo) lokal di Indonesia: a. Kerbau Kalang, b. Kerbau Toraja, c. Kerbau Tapanuli Utara, d. Kerbau Sumbawa.

Sebagian besar (95%) populasi kerbau ternak di Indonesia termasuk jenis kerbau rawa. Sedangkan sisanya, tergolong kerbau sungai yang banyak dipelihara oleh masyarakat keturunan India di Sumatera Utara. Kerbau perah ini umumnya berasal dari varietas Murrah yang menghasilkan banyak susu.

Dengan demikian, sebagian besar populasi kerbau yang ada di Indonesia saat ini, termasuk kerbau liar di Taman Nasional Ujung Kulon dan Baluran berasal dari kerbau rawa yang dijinakkan di Vietnam Utara/China selatan sekitar 5000 tahun yang lalu.

Referensi:

Kierstein, Gerold, Marcelo Vallinoto, Arthur Silva, Maria Paula Schneider, Leopoldo Iannuzzi and Bertram Benig. 2004. Analysis of Mitochondrial D-loop region casts new light on domestic water buffalo (Bubalus bubalis) phylogeny. Molecular Phylogenetics Evolution. 30 (2004): 308-324.

Wang, N. Chen, M. R. Capodiferro, T. Zhang, H. Lancion, H. Zhang, Y. Miao, V. Chanthakhoun, M. Wanapat, M. Yindee, Y. Zhang, H. Lu, L. Caporali, R. Dang, Y. Huang, X. Lan, M. Plath, H. Chen, J. A. Lenstra, A. Achilli and C. Lei. 2017. Whole mitogenomes reveal the history of swamp buffalo: initially shape by glacial periods and eventually modeled by domestication. Sientific Reports. 7: 4708.

Tanaka, Kzuaki, Chester D. Solis, Joseph S. Masangkay, Kei-ichiro Maeda, Yoshi Kawamoto and Takao Namikawa. 1996. Phylogenetic relationship among all living species of the genus Bubalus based on DNA sequences of the cytochrome b gene. Biochemical Genetics. Vol 34. Nos. 11/12-1996.

Zhang, Y., D. Vankan, Y. Zhang and J.S.F. Barker. 2011. Genetic differentiation of water buffalo (Bubalus bubalis) population in China, Nepal and southeast Asia: interferences on region of domestication of swamp buffalo. Animal Genetics, 42: 366-377.

Rekayasa Genetika ditinjau dari Sudut Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

 

 

  1. Epistemologi Rekayasa Genetika

Disini diuraikan tentang bagaimana teknik rekayasa genetika diperoleh, Objek apa saja yang menjadi telaahan rekayasa genetika, dan apa batasan kebenaran penerapan rekayasa genetika ditinjau dari berbagai dimensi pengetahuan.

  1. Bagaimana Teknik Rekayasa Genetika Diperoleh.
    Jauh sebelum Charles R Darwin (Bapak Evolusi) menerbitkan buku fenomenalnya berjudul “On The Origin Of Species by Means of Natural Selection”, Manusia telah mempercayai bahwa terdapat proses penurunan sifat dari induk kepada keturunannya. Aristoteles (384-323 SM), menyatakan bahwa dalam mengubah organisme dari bentuk sederhana menjadi lebih kompleks dan sempurna adalah berdasarkan metafisika, Jean Baptiste Lamarck (1744-1829) menyatakan bahwa perubahan makhluk hidup justru dipengaruhi lingkungan, bukan pembawaan. Akan tetapi dibandingkan teori sebelumnya, Teori Darwin jauh lebih diterima karena menyertakan bukti-bukti atau fakta yang mendukung dan merupakan hasil penelitian ilmiah secara berpuluh-puluh tahun, teori ini juga mampu mendorong para ahli untuk kebenaran teori tersebut.

    Semenjak Teori Darwin dikemukakan, perkembangan biologi maju lebih pesat, berbagai macam pertanyaan mengenai konsep penurunan sifat terjawab dengan lengkap. Bahkan sejak saat itu disiplin ilmu biologi mengenai penurunan sifat dipisahkan menjadi disiplin ilmu tersendiri yaitu genetika, disamping konsep sebelumnya tentang perubahan makhluk hidup yang berubah terus menerus (evolusi). Darwin (disetujui ataupun tidak) banyak memberikan masukan bermanfaat terhadap perkembangan biologi baik dalam hal konsep ataupun teknik penelitian yang dilakukannya. meskipun demikian, hingga saat ini terdapat konsep Darwin yang menjadi pokok perdebatan banyak kalangan, mengenai hal ini dalam Bab “Difficulties of the Theory” ia menulis: ” …Jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit, mengapa kita tidak melihat sejumlah besar bentuk transisi di mana pun? Mengapa alam tidak berada dalam keadaan kacau-balau, tetapi justru seperti kita lihat, spesies-spesies hidup dengan bentuk sebaik-baiknya?….” menurut teori ini harus ada bentuk-bentuk peralihan dalam jumlah besar, tetapi mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di kerak bumi dalam jumlah tidak terhitung?…. dan pada daerah peralihan, yang memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan jenis-jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat? telah lama kesulitan ini sangat membingungkan saya”.

    Pada perkembangan selanjutnya, genetika menjawab keraguan Darwin dengan fakta sebaliknya, Sulit sekali mengakui bahwa dalam perkembangan alamiah terdapat evolusi lompat species, melalui penelitian kacang ercis selama bertahun-tahun, Gregor Mendel (1866) menyatakan bahwa sifat makhluk hidup diturunkan dari induk kepada keturunannya. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya substansi Genetika sebagai faktor pembawa sifat, akan tetapi hasil penelitian tersebut justru mementahkan teori spesiasi Darwin, karena pada kenyataannya dibutuhkan waktu yang lebih lama serta spesies peralihan yang lebih banyak sebelum menghasilkan menghasilkan spesies yang baru.

    Perkembangan genetika masa kini ditandai dengan penggunaan teknologi nano sebagai perangkat perubah penurunan sifat, keyakinan bahwa terdapatnya subjek tertentu yang merepresentasikan sifat individu yang dapat diturunkan diikuti dengan diketemukannya Gen (W.Johanssen) sebagai unit terkecil dalam faktor individu pembawa sifat. Gen terdapat dalam kromosom seseorang (W. Waldayer) berisikan substansi genetic yang merepresentasikan sifat seseorang secara utuh, Mengubah gen berarti mengubah sifat individu, dengan cara menemukan substansi yang tepat dan mengubahnya, maka kita dapat menghasilkan individu dengan sifat yang berbeda dari keturunannya, hal inilah yang kemudian dikembangkan sebagai teknik rekayasa genetika.

    Teknologi rekayasa genetika semakin lama semakin berkembang pesat, sejak awal perkembangan biologi (genetika khususnya) menjadi sorotan dalam ilmu pengetahuan, manusia tetap menjadi objek penelitian, hal ini sebenarnya sesuai dengan tujuan ilmu untuk mempermudah kehidupan manusia, namun apa kemudian yang akan terjadi andaikata teknologi rekayasa genetika diterapkan sepenuhnya, akan lahir anak dari rahim yang berbeda dengan ibu pemilik sel telur aslinya, akan diciptakan manusia-manusia “tiruan” dalam bentuk dan sifat yang sama dengan garis keturunan yang tidak jelas, akan muncul jenis hewan yang bentuknya disesuaikan kebutuhan manusia; semangka tanpa biji, kambing berkaki pendek, ayam yang terus-menerus bertelur tanpa dibuahi dan sebagainya, tidakkah itu merusak biodiversitas dalam tatanan yang sudah ada sebelumnya?

    2. Objek Telaah Rekayasa Genetika
    a. Substansi Hereditas
    1). Gen dan Kromosom
    Genetika adalah cabang ilmu biologi yang menelaah masalah-masalah penurunan sifat dalam diri makhluk hidup, gen seseorang tersimpan dalam setiap segmen atau lokus kromosom, gen tersusun dari polimer nukleotida yang terdiri dari DNA dan RNA. Morgan menyatakan bahwa setiap gen menempati lokus yang khas dan kompak serta mengandung informasi genetic yang mengatur sifat tertentu (lihat gb.1). Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa terdapat dua jenis kromosom dalam makhluk hidup yang disebut autosom (kromosom tubuh) dan gonosom (kromosom kelamin). Setiap makhluk hidup memiliki jumlah kromosom yang berbeda, jumlah kromosom manusia diketahui sebanyak 46 (22 ps autosom dan 1 ps gonosom) semakin banyak jumlah gen dalam kromosom, semakin banyak variasi sifat yang dihasilkannya. Hal ini pula yang menjawab mengapa manusia dilahirkan dalam bentuk yang berbeda-beda.

    Gbr 1. DNA dalam Kromosom

    Gbr 2. 23 Pasang kromosom tubuh manusia

    Gbr 3. DNA dan Pewarisan Sifat

    2). DNA dan RNA
    DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) adalah bahan genetic primer, terdiri atas monomer yang meliputi gugusan Fosfat, Gula pentosa dan Basa nitrogen. Basa nitrogen dalam DNA terdiri atas purin (adenin dan guanin) dan pirimidin (sitosin dan urasil) menyusun struktur tangga tali terpilin double helix, pasangan basa nitrogen selalu tetap, yaitu Adenin dengan Timin dan Guanin dengan Sitosin. DNA mampu melakukan replikasi sehingga memunculkan lokus gen yang lebih banyak yang selanjutnya akan menghasilkan pembelahan sel yang baru.
    RNA (Ribosa Nucleic Acid) merupakan rangkaian tunggal nukleotida dengan padangan Purin (Adenin dan Guanin) serta Pirimidin (Sitosin dan Urasil). RNA merupakan alat Bantu dan substansi genetic pembawa sifat dari DNA yang sedang melakukan Replikasi (RNAd, RNAt dan RNAr).

    b. Penurunan Sifat
    1). Hukum Mendel
    Menurut Mendel, penurunan sifat seseorang dapat diperhitungkan, beberapa hokum Mendel yang penting diantaranya adalah persilangan galur murni baik F1, F2 dst, galur intermediate, polimeri, epistasis dan hipostasis, kriptomeri, dan komplementer.

    2). Penyakit Keturunan (Pautan Gen)
    Beberapa penyakit diketahui dapat diturunkan, hal ini terjadi apabila penyakit/kelainan yang dimiliki seseorang tersebut terpaut gen, beberapa contoh penyakit/kelainan terpaut gen tubuh diantaranya albino dan gangguan mental, terpaut gen kelamin diantaranya buta warna, haemofilia, polidactyla (X) telinga berambut (hyperthrycosis) rambut kasar (hystryc gravier) (Y).

    3). Golongan Darah dan jenis Kelamin
    Landsteiner (1990) menemukan bahwa terdapat 4 macam golongan darah pada manusia diantaranya A, B, AB, dan O. keempat golongan darah ini terpaut gen yang terdiri tiga macam alel yang dapat diturunkan. Genetika dapat menunjukkan bahwa anak akan memiliki golongan darah dengan alel yang dimiliki kedua induknya.

    4). Mutasi Gen
    Substansi genetika dapat berubah strukturnya karena perubahan yang terjadi pada DNA, perubahan tersebut dapat bersifat menurun dan mengakibatkan mutasi gen maupun mutasi kromosom, yang pada gilirannya mengubah struktur atau sifat yang nampak pada organisme.
    Mutasi gen dapat terjadi secara alami atau buatan, mutasi alami terjadi dengan penyebab yang belum pasti dapat diketahui, contoh terjadio perubahan macam-macam warna mata pada lalat buah.
    Mutasi Gen buatan dilakukan dengan hasil usaha manusia, mutasi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen diantaranya panas, sinar kosmis, unsure radioaktif, sinar ultraviolet, radiasi ion, dan sebagainya (Fisika, Kimia maupun Biologis) sehingga menghasilkan sesuatu yang disebut mutant. Mutasi buatan inilah yang kemudian dilakukan secara terarah dalam upaya manusia sehingga diperoleh teknologi rekayasa genetika.

    B. Ontologi Rekayasa Genetika

Disini dibicarakan mengenai Hakikat Rekayasa Genetika dan Struktur Keilmuan Rekayasa Genetika.

1. Hakikat Rekayasa Genetika
Rekayasa Genetika merupakan puncak perkembangan bioteknologi yeng terjadi saat ini, dalam praktiknya, pengembangan rekayasa genetika tidak terpisah dengan pengembangan cabang ilmu biologi lain yang terkait, diantaranya seperti Evolusi, Biologi Molekuler, Biologi Sel, Biokomia, dan sebaginya.

Rekayasa genetika pada hakikatnya adalah terjadinya proses perubahan sifat pada makhluk hidup secara disengaja. Perubahan ini dapat bersifat permanen ataupun sementara waktu. Rekayasa genetika dilakukan dengan dua jenis tujuan yaitu, membudidayakan gen yang mengandung sifat-sifat yang menguntungkan serta membuang gen yang membawa sifat yang merugikan. Dengan cara melakukan pemotongan rantai DNA yang didalamnya terkandung kode genetic, kita dapat memperoleh susunan kode genetik yang baru sehingga pada gilirannya akan menghasilkan sifat penampakkan yang baru pula. Sangat mungkin terjadi bahwa manusia mampu membentuk struktur manusia lain yang memiliki kekebalan tubuh yang berbeda, kemampuan bertahan terhadap penyakit yang lebih tinggi, dengan bentuk baru yang tak dapat kita bayangkan sebelumnya, bahkan dengan cara mengambil rantai DNA dan mengembangbiakannya dalam media khusus dapat dilahirkan manusia-manusia baru dengan bentuk yang sama persis dengan sel induknya, tanpa memerlukan perkawinan (Cloning).

Perkembangan yang sangat pesat ini menimbulkan berbagai kegundahan bagi setiap ilmuwan yang menggelutinya, dituntut tanggung jawab sosial dan moral dari setiap ilmuwan dalam mengembangkan tori yang dimilikinya. Teknologi rekayasa genetika tidak menjadi masalah jika hal tersebut jelas-jelas memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan dalam bentuk yang tidak “Mengubah stabilitas ciptaan Tuhan” akan tetapi hal tersebut akan menjadi masalah apabila teknologi tersebut dimiliki oleh ilmuwan yang memiliki tanggungjawab moral dan sosial yang rendah.

2. Struktur Keilmuan
Penggunaan Teknologi Rekayasa Genetika saat ini sudah mencapai tingkat rekayasa molekuler, beberapa contoh berikut ini meunjukkan bahwa perkembangan rekayasa genetika memiliki kemajuan dari waktu ke waktu:

1). Inseminasi Buatan
Persilangan tradisional pada hewan maupun tumbuhan mensyaratkan tersedianya pasangan jantan dan betina yang akan menurunkan sifat genetisnya, tatkala jarak dan waktu memisahkan keduanya, dapat diatasi dengan cara inseminasi buatan. Sel sperma sapi jantan unggul dimodifikasi dan dibekukan supaya tahan ke tempat tujuan untuk kemudian disuntikkan kepada sel telur individu local, hasilnya berupa keturunan sapi unggul (Fries Holland, Australian, dll)

2). Sistem Kekebalan Tubuh
Peningkatan system kekebalan tubuh pada tumbuhan maupun hewan dapat dilakukan dengan cara merekayasa genetisnya, dengan radiasi sinar yang memiliki panjang gelombang tertentu (sering digunakan sinar alfa, atau radiasi sinar x) dihasilkan padi VUTW (varietas unggul tahan wereng, jeruk unggul anti hama, dll)

3). Penemuan Vaksin Hewan
Dengan cara memotong strike DNA pada inang, kemudian bagian gen yang tidak diinginkan dibuang dengan sengaja, kemudian organisme tersebut dirangsang untuk berkembang biak, hasilnya adalah berupa berbagai macam organisme yang memiliki ketahanan terhadap penyakit, organisme tersebut dapat dimanfaatkan untuk membentuk kekebalan tubuhnya sendiri yang diambil menjadi vaksin penyakit, seperti vaksin H3N1 untuk pemberantasan virus flu burung.
b. Rekayasa Genetika pada Manusia
Beberapa tahun lalu, kita dikejutkan oleh berbagai macam hasil teknik rekayasa genetika yang diterapkan pada manusia, diantaranya adalah:

1). Bayi Tabung dan Bank Sperma
Teknologi bayi tabung pertama kali diperkenalkan sebagai alat bantu kopulasi diluar tubuh, manusia yang tidak bisa melakukan pembuahan karena satu dan lain namun memiliki sel kelamin yang baik, sel telur dan sel sperma diambil untuk kemudian dipertemukan didalam tabung percobaan, melalui kopulasi di luar tubuh dihasilkan zigot, yang kemudian ditanam kembali ke dalam rahim ibunya atau ke dalam rahim wanita lain yang sehat.
Penyediaan Bank Sperma dimaksudkan untuk menyimpan berbagai macam sperma untuk dapat dimanfaatkan pasangan yang memiliki keterbatasan waktu dan tempat (semacam inseminasi yang dilakukan pada manusia).

2). Penamuan Vaksin dan Obat-obatan
Proses pembuatan vaksin pada manusia pada prinsipnya sama dengan pembuatan vaksin pada hewan, DNA Inang dipotong, kemudian dimasukkan DNA tertentu yang dimiliki bakteri penyebab penyakit, sehingga menyebabkan inang membentuk kekebalan terhadap penyakit yang di ”cangkokkan”, selanjutnya organisme tersebut dirangsang untuk berkembang biak, hasilnya adalah berupa vaksin-vaksin yang diproduksi inang dan diturunkan, hal ini sering digunakan dalam dunia kedokteran misalnya proses pembuatan vaksin Hepatitis B, atau untuk menghasilkan hormon seperti insulin, dan sebagainya.

c. Gambaran Rekayasa Genetika Masa Depan:
1). Organ Buatan
Dewasa ini, dikembangkan pembuatan organ buatan, sel dari jaringan aslinya diambil dan ditumbuhkan untuk menjadi organ yang sama, saat ini yang telah terjadi di dunia kedokteran adalah pengembangan katup jantung. Selanjutnya bukan tidak mustahil bahwa terdapat berbagai organ buatan seperti jantung buatan, mata buatan, dsb.

2). Kloning
Teknologi Kloning sebenarnya telah mampu dikuasai manusia, berdasarkan prinsip Tottipotensi, setiap sel dalam tubuh makhluk hidup mampu dikembangkan menjadi organisme klon yang sama persis dengan induknya. Beberapa tahun lalu, seorang biolog berkebangsaan Austria berhasil mengkloning Domba yang dia beri nama Dolly, domba ini diambil sel telurnya untuk kemudian dikembangkan diluar tubuh tanpa terjadinya persilangan. Hasilnya adalah beberapa ekor anak domba yang sama persis dengan induknya.
Dalam dunia tumbuhan, teknologi ini sebenarnya telah sering digunakan, kultur jaringan adalah bentuk lain teknologi cloning yang dilakukan pada tumbuhan. Beberapa waktu lalu, seorang ilmuwan korea bahkan mengaku siap melakukan cloning pada manusia, diperkirakan pada tahun 2010 nanti akan muncul manusia baru hasil Kloning.

3). Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu – disebut transgene – diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali. Transgene diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, disisipkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari, 2003).

4). Mutant
Proses perubahan species melalui rekayasa genetika memerlukan banyak species percobaan, diperkirakan bahwa dari species percobaan yang ada, akan terdapat ketidakseimbangan individu karena memiliki sifat-sifat asing yang berbeda dari induknya, hal inilah yang disebut dengan mutant. Keberadaan mutant saat ini masih diragukan, karena disamping teknologi genetika belum mencapai tingkat organisme manusia secara utuh, hal ini dianggap melanggar moral dan tanggungjawab ilmuwan, PBB sebagai badan dunia dengan organisasi turunannya telah melarang percobaan rekayasa genetika bagi manusia yang belum jelas manfaat dan stabilitas organisme yang dihasilkannya.

C. Aksiologi Rekayasa Genetika
Disini dibahas mengenai manfaat dan kerugian penggunaan rekayasa genetika.

1. Kegunaan Rekayasa Genetika
Rekayasa Genetika dipandang dari segi apapun tetap memiliki manfaat dan mudharat, penerapan teknologi seringkali memunculkan permasalahan baru, hal ini terjadi karena seringkali pemanfaatan teknologi tidak mampu diimbangi oleh perkembangan moral dan pertimbangan stabilitas tatanan kehidupan alamiah, beberapa Teknologi Rekayasa Genetika sebenarnya telah banyak menguntungkan bagi manusia, beberapa hal diantaranya adalah:
a. Rekayasa Genetika banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan bahan-bahan pemberantasan penyakit dengan aman dan harga murah, vaksin yang diperoleh dari rekayasa genetika memiliki kemurnian mendekati 100%, pengembangan dunia kedokteran maju dengan pesat, pada teknologi kedokteran masa depan, diharapkan tidak dibutuhkan lagi donor bagi pasien yang membutuhkan cangkok organ.
b. Rekayasa Genetika banyak dimanfaatkan bagi dunia tumbuhan dan hewan, pemilihan bibit unggul, perbanyakan dengan mudah, murah dan terjamin kualitas, dapat mengimbangi kebutuhan manusia dalam menjamin ketersediaan bahan pangan di masa depan.
c. Rekayasa Genetika membantu memprmudah kesulitan manusia dalam memecahkan berbagai masalah keturunan, penghilangan gen yang dikehendaki dapat dilakukan dengan mudah, sehingga diharapkan keturunan berikutnya tidak lagi memiliki kekurangan pada penyakit tertentu, dan lain-lain.

2. Kerugian dan Penyimpangan Keilmuan
Perkembangan teknologi selalu diimbangi dengan munculnya berbagai masalah baru, rekayasa genetika menimbulkan beberapa masalah yang merugikan manusia dalam jangka waktu yang panjang diantaranya:
a. Terjadinya perkembangbiakan yang tidak terkendali dari jenis bakteri/organisme ciptaan baru di laboratorium, baik yang berhasil ataupun gagal mempunyai potensi yang sangat merugikan.

b. Terjadinya ketidakseimbangan ekologis, disebabkan keseragaman individu hasil cloning terhadap ketahanan penyakit, respons ekosistem dan perilaku lain yang menyebabkan biodiversitas bumi terancam gagal

BAB III
KESIMPULAN

1. Rekayasa genetika adalah puncak perkembangan teknologi dalam bidang biologi saat ini, perkembangan genetika diawali dengan semangat Darwinisme yang mengungkapkan bahwa terdapat gen penurunan sifat pada setiap organisme yang dapat berubah dalam jangka waktu yang lama. Darwin (disetujui maupun tidak) telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menopang perkembangan keilmuan biologi hingga dapat melaju sedemikian pesat.

2. Teknologi rekayasa genetika dibutuhkan untuk berkembang selama dalam koridor tanggungjawab moral dan sosial para ilmuwan yang mengembangkannya, diperlukan ilmuwan yang bijak dalam upayanya mengembangkan keilmuan namun dengan tetap mengindahkan keseimbangan ekologis (saat ini disponsori PBB telah ditandatangani Protocol Cartagena) untuk melindungi biodiversitas ekosistem, namun juga tetap memberikan tempat bagi para ilmuwan untuk terus berkiprah meningkatkan kehidupan yang lebih baik.

3. Dalam pemanfaatan lingkungan awam, diperlukan opini publik bahwa penggunaan produk rekayasa genetika harus memiliki aturan tertentu yang dituangkan dalam bentuk undang undang yang mengikat dan menyeluruh.