Asal-usul kerbau di Indonesia

 

Kerbau termasuk salah satu hewan peliharaan paling bernilai bagi masyarakat agraris di Asia khususnya Asia Tenggara, Asia Selatan dan China. Selain dipelihara sebagai ternak potong dan penghasil susu, Kerbau terutama digunakan untuk membajak sawah dan menarik gerobak. Bagi masyarakat nusantara seperti: Minangkabau, Batak, Jawa, Toraja dan Sumbawa, kerbau memiliki nilai sosial dan budaya yang penting.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Kerbau rawa (swamp buffalo) di Asia Tenggara

Tergolong marga Bubalus, kerbau di Asia memiliki banyak spesies, diantaranya :

  • Bubalus bubalis, mencakup semua jenis kerbau liar di India (Arni) dan Asia Tenggara, kerbau sungai, kerbau rawa dan kerbau peliharaan modern.
  • Bubalus depressicornis, Anoa dataran rendah, Kerbau liar endemik Sulawesi
  • Bubalus quarlesi, Anoa dataran tinggi, kerbau liar endemik Sulawesi
  • Bubalus mindorensis, Tamaraw, kerbau liar endemik pulau Mindoro, Filipina
  • Bubalus mephistopheles, kerbau purba bertanduk pendek di China (punah).
  • Bubalus paleokerabau, kerbau purba bertanduk panjang di Jawa (punah).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Kerbau Afrika Syncerus caffer.

Kerbau liar terutama tersebar di Afrika dan Asia. Kerbau Afrika Syncerus caffer umumnya hidup dengan menjelajahi padang rumput dan Sabana yang luas. Untuk menghadapi predator pemangsa seperti Singa, kerbau Afrika hidup berkelompok hingga puluhan ekor. Total jumlah populasi hewan ini di seluruh Afrika berkisar antara 800 ribu hingga satu juta ekor. Sebagian besar hidup di dalam Taman Nasional dan kawasan konservasi yang dilindungi.

Berdasarkan kerakter fisik dan sebaran alaminya, kerbau Afrika terbagi menjadi 5 sub-spesies. Syncerus caffer caffer adalah sub-spesies paling besar, paling banyak dan paling terkenal dengan daerah sebaran mencakup Afrika Selatan dan Timur. Kerbau ini paling sering terlihat di film-film dokumenter di televisi.

Sub-spesies terkecil, Syncerus caffer nanus ditemukan di hutan tropis Afrika yang lebat. Sub-spesies Syncerus caffer brachyceros hidup di Afrika barat dan tengah. Sedangkan Syncerus caffer aequinoctialis dan Syncerus caffer mathewsi hidup di Afrika bagian timur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3. Subspesies Kerbau Afrika: a. Syncerus caffer caffer, b. Syncerus caffer mathewsi , c. Syncerus caffer brachyceros, d. Syncerus caffer aequinoctialis dan e. Syncerus caffer nanus.

Kerbau Afrika tergolong fauna yang sangat berbahaya. Sifatnya sangat agresif dan tak dapat diduga sehingga hewan ini tidak pernah berhasil dijinakkan oleh manusia. Tubuh kerbau Afrika tergolong kekar dengan tinggi bahu antara 100-170 cm dan panjang 170-340 cm. Berat tubuh bervariasi tergantung sub-spesies. S. c nanus memiliki berat antara 250-450 kg. Sedangkan S. c caffer memiliki bobot  antara 450-1000 kg dengan berat rata-rata 750 kg.

Selain di Afrika, kerbau juga tersebar luas di Asia. Para ahli memperkirakan, garis kekerabatan kerbau Asia dan Afrika mulai memisah sejak 10 juta tahun yang lalu.

Berdasarkan sebaran alaminya, kerbau ternak bukan termasuk hewan asli Indonesia. Para ahli menduga, kerbau-kerbau ini berasal dari domestikasi kerbau liar penghuni rawa-rawa basah di Utara India/Nepal dan utara Thailand/Vietnam. Hasil riset arkeologi dan genetik menunjukkan bahwa kerbau telah dijinakkan sejak 5000 tahun yang lalu.

Secara umum, kerbau ternak/peliharaan dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Kerbau Sungai (river buffalo) dan Kerbau Rawa (swamp buffalo). Kerbau Sungai mencakup jenis-jenis kerbau penghasil susu seperti: varietas Banni, Bhadawari, Chilika, Jaffarabadi, Kalahandi, Marathwadi, Mehsana, Murrah, Nagpuri, Nili-Ravi, Pandharpuri, Surti dan Toda. Sebaliknya, kerbau rawa tidak menunjukkan perbedaan varietas yang jelas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Kerbau Asia dan Afrika: a. Kerbau Afrika Syncerus caffer, b. Kerbau liar India (Arni) Bubalus bubalis arnee, c.Kerbau Sumbawa Bubalus bubalis kerabau dan d. Kerbau Murrah (kerbau sungai) Bubalus bubalis bubalis (penamaan menurut ITIS 2017).

Sebagian besar populasi kerbau sungai terdapat di India. Kerbau ini kemudian menyebar ke Asia Barat, Afrika Timur hingga Turki, Eropa Barat, Eropa selatan dan wilayah Balkan. Kerbau sungai umumnya hidup dengan berendam dan mencari makan pada lahan-lahan basah di sekitar sungai-sungai besar di India dan Pakistan.

Kerbau sungai  berhasil dikembangkan di Eropa khususnya Italia. Kerbau ini lebih dikenal sebagai  varietas Mediterranea. Tipe kerbau perah ini dipelihara untuk menghasilkan susu yang menjadi bahan baku pembuatan keju Mozzarella yang tersohor. Di Indonesia, mozzarella populer sebagai salah satu bahan untuk membuat kue dan pizza.

Berbeda dengan kerbau sungai, kerbau rawa dipelihara untuk membajak sawah, menggiling tebu dan menarik gerobak. Selain itu, kerbau rawa juga berperan sebagai ternak potong dan kerap menjadi hewan yang dikorbankan dalam upacara adat atau ritual keagamaan. Kadang-kadang kerbau rawa dipelihara untuk diambil susunya.

Di masa lalu, kepemilikan kerbau rawa kerap dijadikan sebagai penanda status sosial dan juga digunakan sebagai mahar dalam pernikahan. Hal ini dapat ditemukan di pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Bahkan, beberapa daerah seperti di Seko, Luwu Utara  (Sulawesi Selatan), menggunakan kerbau sebagai alat pembayaran denda, jika seseorang melakukan pelanggaran berat terhadap hukum adat setempat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 5. Arni Bubalus bubalis arnee, kerbau liar India utara yang diduga kuat menjadi tetua kerbau peliharaan di Asia tenggara.

Kerbau rawa tersebar mulai dari India, China hingga seluruh wilayah Asia Tenggara. Kerbau ini bahkan menjadi hewan feral (hewan peliharaan yang lepas dan menjadi liar) di Australia utara dengan populasi hingga mencapai 150-200 ribu ekor. Kerbau ini dulunya didatangkan sebagai kerbau peliharaan dari Pulau Timor dan Pulau Kisar.

Meskipun sangat dikenal, para ahli belum mencapai kesepakatan terkait status taksonomi kerbau. Asal usul dan hubungan kekerabatan antara kerbau sungai, kerbau rawa dan kerbau liar India masih menjadi perdebatan dan kontroversi meski kajian hingga taraf DNA telah dilakukan.

Oleh ITIS, Integrated Taxonomic Information System (sebuah lembaga yang memiliki otoritas dalam menilai validitas nama ilmiah suatu spesies flora/fauna) saat ini dikenal 5 jenis kerbau di bawah marga Bubalus. Tiga spesies diantaranya tergolong jenis kerbau kerdil liar yang telah mendapat status sebagai spesies penuh (full species), yaitu: Anoa dataran rendah Bubalus depressicornis, Anoa dataran tinggi Bubalus quarlesi dan Tamaraw (sejenis kerbau kerdil dari pulau Mindoro Filipina) Bubalus mindorensis.

Kerbau purba China yang telah punah Bubalus mephistopheles juga mendapat status spesies secara penuh. Sedangkan kerbau liar India (Arni) yang diduga menjadi nenek moyang kerbau peliharaan dan semua jenis kerbau ternak termasuk kerbau sungai dan kerbau rawa, digolongkan dalam satu spesies, yaitu: Bubalus bubalis.

Selanjutnya, oleh ITIS, spesies Bubalus bubalis dibagi menjadi 6 sub-spesies, yaitu:

  • Bubalus bubalis arnee (Kerr, 1792), Kerbau Arni, jenis kerbau liar di India utara, Nepal, Bhutan
  • Bubalus bubalis bubalis (Linnaeus, 1792) kerbau sungai (tipe kerbau perah penghasil susu)
  • Bubalus bubalis fulvus (Blanford, 1891) kerbau liar di daerah Assam, India
  • Bubalus bubalis kerabau (Fitzinger, 1860) kerbau rawa, kerbau feral di Jawa dan Australia Utara
  • Bubalus bubalis migona (Deraniyagala, 1952) kerbau liar di Sri Lanka
  • Bubalus bubalis theerapati (Groves, 1996) kerbau liar di Thailand, Vietnam, Laos dan Kamboja.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 6. Kerbau Murrah penghasil susu termasuk jenis kerbau sungai (river buffalo).

Tidak semua peneliti setuju dengan penggolongan kerbau oleh ITIS. Tanaka et al. (1996), misalnya, menyatakan bahwa kerbau liar India (Bubalus bubalis arnee), kerbau sungai (Bubalus bubalis bubalis) dan kerbau rawa (Bubalus bubalis kerabau) memiliki perbedaan yang signifikan sehingga masing-masing layak ditetapkan secara penuh sebagai spesies tersendiri.

Hal tersebut dinyatakan oleh Tanaka setelah melihat hasil analisis urutan DNA gen sitokrom b pada seluruh anggota marga Bubalus. Dengan demikian, nama ilmiah untuk kerbau liar India seharusnya menjadi Bubalus arnee, kerbau sungai Bubalus bubalis dan kerbau rawa Bubalus kerabau.

Kierstein et al. (2004) dan Zhang et al. (2011), menyatakan bahwa dari hasil analisis D-loop Mitokondria terhadap kerbau peliharaan, diperoleh kesimpulan bahwa domestikasi dan budidaya kerbau sungai dan kerbau rawa terjadi pada lokasi dan waktu yang berbeda.

Jumlah kromosom yang berbeda juga menunjukkan bahwa nenek moyang kerbau rawa dan kerbau sungai berasal dari dua spesies yang berbeda. Nenek moyang kerbau rawa diduga berasal dari kerbau Arni. Sedangkan nenek moyang kerbau sungai yang juga diperkirakan hidup di India, tidak diketahui.

Domestikasi kerbau sungai diperkirakan berlangsung terlebih dahulu di India utara sekitar 6000-5000 tahun yang lalu. Sedangkan domestikasi kerbau rawa dilakukan belakangan di sekitar daerah perbatasan antara China selatan dan  Vietnam utara sekitar 4000-5000 tahun yang lalu (Wang et al. 2017).

Kerbau rawa yang telah dijinakkan di Vietnam utara tersebut selanjutnya tersebar luas dan masuk ke Indonesia seiring masuknya gelombang migrasi manusia ke nusantara. Kerbau rawa masuk ke Indonesia melalui dua jalur. Pertama melalui jalur: Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Jalur kedua melalui China, Taiwan, Filipina dan Kalimantan (Wang et al. 2017).

Di Indonesia, kerbau-kerbau rawa tersebut kemudian berkembang sesuai iklim dan kondisi setempat. Beberapa diantaranya membentuk varietas kerbau lokal seperti: Kerbau Toraja (Sulawesi Selatan), Kerbau Kalang (Kaltim dan Kalsel), Kerbau Moa (Maluku Barat Daya), Kerbau Pampangan (Sumatera Selatan), Kerbau Tapanuli Utara (Sumatera Utara), Kerbau Badegur (Banten) dan Kerbau Sumbawa (NTB).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 7. Kerbau rawa (swamp buffalo) lokal di Indonesia: a. Kerbau Kalang, b. Kerbau Toraja, c. Kerbau Tapanuli Utara, d. Kerbau Sumbawa.

Sebagian besar (95%) populasi kerbau ternak di Indonesia termasuk jenis kerbau rawa. Sedangkan sisanya, tergolong kerbau sungai yang banyak dipelihara oleh masyarakat keturunan India di Sumatera Utara. Kerbau perah ini umumnya berasal dari varietas Murrah yang menghasilkan banyak susu.

Dengan demikian, sebagian besar populasi kerbau yang ada di Indonesia saat ini, termasuk kerbau liar di Taman Nasional Ujung Kulon dan Baluran berasal dari kerbau rawa yang dijinakkan di Vietnam Utara/China selatan sekitar 5000 tahun yang lalu.

Referensi:

Kierstein, Gerold, Marcelo Vallinoto, Arthur Silva, Maria Paula Schneider, Leopoldo Iannuzzi and Bertram Benig. 2004. Analysis of Mitochondrial D-loop region casts new light on domestic water buffalo (Bubalus bubalis) phylogeny. Molecular Phylogenetics Evolution. 30 (2004): 308-324.

Wang, N. Chen, M. R. Capodiferro, T. Zhang, H. Lancion, H. Zhang, Y. Miao, V. Chanthakhoun, M. Wanapat, M. Yindee, Y. Zhang, H. Lu, L. Caporali, R. Dang, Y. Huang, X. Lan, M. Plath, H. Chen, J. A. Lenstra, A. Achilli and C. Lei. 2017. Whole mitogenomes reveal the history of swamp buffalo: initially shape by glacial periods and eventually modeled by domestication. Sientific Reports. 7: 4708.

Tanaka, Kzuaki, Chester D. Solis, Joseph S. Masangkay, Kei-ichiro Maeda, Yoshi Kawamoto and Takao Namikawa. 1996. Phylogenetic relationship among all living species of the genus Bubalus based on DNA sequences of the cytochrome b gene. Biochemical Genetics. Vol 34. Nos. 11/12-1996.

Zhang, Y., D. Vankan, Y. Zhang and J.S.F. Barker. 2011. Genetic differentiation of water buffalo (Bubalus bubalis) population in China, Nepal and southeast Asia: interferences on region of domestication of swamp buffalo. Animal Genetics, 42: 366-377.

Leave a comment